Pages

Friday, December 2, 2011

Merokok

Baru-baru ini saya mengikuti konferensi pers di  Fakultas Kedokteran Univeritas  Gadjah Mada. Mereka memprotes Rancangan  Undang-Undang Pengendalian Produk Tembakau (RUU PTT) yang berseberangan dengan  pemikiran UGM.  Keberatan umum yang disampaikan adalah tidak ada pasal yang menyebutkan komponen dampak penggunaan produk tembakau terhadap kesehatan yang jelas. Contohnya, penghilangan  gambar dampak   konsumsi tembakau  dibungkus rokok yang menurut  UGM  justru mudah dipahami oleh  perokok aktif berpendidikan rendah.

Setidaknya ada 5 keberatan yang disampaikan UGM  soal RUU itu. Adapun  pihak pembuat RUU sandingan,  Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan  UGM  balas menjawab keberatan  itu kira-kira begini,” “Justru draft ini menyeimbangkan  dari hulu ke hilir, bukan hanya dampak kesehatan saja, petani kan juga harus dipikirkan.”

Dua alasan yang dikemukan  keduanya sama-sama punya argumen yang kuat.  Pendapat UGM tentu saya sangat setuju karena  punya niat baik menyadarkan perokok untuk berhenti.  Terlebih melindungi perokok  pasif seperti saya. Tetapi  karena saya juga punya rasa kemanusiaan terhadap petani tembakau   dan jutaan  orang yang  bergantung dari pekerjaan mereka di pabrik rokok, maka  pendapat  PUSDEK UGM juga perlu diapresiasi.

Saya akan kembali ke dalam kehidupan sehari-hari.  Jujur,  saya tidak tahu apakah  ada atau tidaknya undang-undang itu akan membuat para perokok  itu “biadab”. Mengapa begitu?   Datanglah ke tempat-tempat public seperti terminal bus,  stasiun kereta api, bandara,  angkutan umum. Kita akan dengan mudah  menyaksikan para perokok plempas plempus, nyaris tidak berperasaan tanpa mempedulikan lingkungan sekitar.

Beberapa kali saya kerap memberitahu yang bersangkutan  agar tak merokok, eh yang ditegur malah marah .  Golongan tak berperasaan di sini bukan  mereka yang  tak berpendidikan saja. Mereka yang  masuk kategori kaum intelektual  juga melakukan hal ini. Ruang rapat gedung  DPR, di kantor pemerintah, tempat nongkrong para wartawan.

Ada  perokok yang sungguh saya benci  karena tega melakukan ini. Pertama perokok  naik mobil dan membuang punting rokoknya  begitu saja di tengah  jalan. Kedua, naik motor sambil merokok.  Ada alasan mendasar saya mengapa benci dengan perokok  tak biadab ini. Mereka sadar nggak ya, kalau abu rokok yang berapi itu bisa mengenai mata orang di belakangnya.  Pernah nggak mereka terpikir jika  suatu saat akibat perbuatan mereka,  korban yang ada di belakangnya  jadi buta, misalnya.  Atau bisa juga ketika mata mereka kelilipan, motor yang dikendarai hilang keseimbangan dan terjadilah tabrakan, lalu si korban mati.  Siapa tahu?  Sudahkah  mereka  berpikir sejauh itu bahwa tindakan mereka yang menjadi “kebiasaan” itu telah merugikan pihak lain?

Saya sendiri pernah  menjadi korban perokok sialan  yang naik motor.  Mata saya merah kena abunya, dan  tidak bekerja  sampai mata saya sembuh.  Bagaimana  orang yang merokok naik motor tadi? Jelas dia tidak tahu menjadi penyebab  “ketidakwarasannya” merokok  yang sungguh tak biadab.  Kedua, beberapa waktu lalu, saya  rontgen paru-paru karena mengeluh dada saya sesak. Dokter menanyakan pada saya, apakah saya merokok.  Tentu saja saya jawab “tidak”. Ternyata hasil rontgen memperlihatkan  ada bercak-bercak dan  paru-paru saya tidak bersih. Dokter pun menanyakan apakah lingkungan pekerjaan saya perokok. Gotcha. Saya jadi korban perokok  yang  sungguh tak “Biadab” ini. Saya bukan orang satu-satunya. Teman satu kos saya juga  bernasib seperti saya. Dia lebih parah lagi. Harus membeli obat yang mahal dan disarankan tidak masuk kantor beberapa minggu untukrecovery.

Boleh-boleh saja, sih, merokok, apalagi dengan dalih hak asasi manusia, siapapun berhak merokok.   Merokok memang hak, tapi mbok yang  waras, dong! Sebagai perokok pasif, saya mohon, merokoklah pada tempat tertutup. Bila perlu cuma kalian sendiri saja yang menikmatinya. Bukankah merokok hanya untuk kenikmatan bibir belaka. Jadi  beronanilah   dengan bibir kalian sendiri. Jangan mengajak  korban yang tidak tahu apa-apa karena asap yang  telah kalian hempaskan.

Semoga perokok di manapun berada “waras” dan biadab.


Yogyakarta, 10 November 2011                                    

No comments:

Post a Comment