Apa yang Anda
lakukan ketika seseorang yang Anda sayangi masih menyimpan foto-foto
perempuan yang pernah dia puja di telepon selulernya? Jawaban saya,
kalau masih ada seseorang yang masih menjalin hubungan pada lelaki
itu, tentulah dia orang yang tak waras. Tentu saya orang yang waras.
Karena itu, betapapun menyayangi dia, maka saya akan buru-buru angkat
kaki meninggalkan dia, tanpa menoleh sedikit pun ke belakang. Lebih
baik asmara saya ambyar ketimbang berlama-lama dengan orang yang
hatinya mendua. Terlebih lagi, jika pasangan kita “tidak sadar’ bahwa
apa yang sudah dilakukannya telah menyakiti pasangannya. Itu lebih
gawat lagi.
Memang, dibutuhkan introspeksi dan refleksi
yang mendalam dari seseorang untuk menyadari bahwa kita menjadi
penyebab hancurnya sebuah hubungan. Sayang, hanya sedikit orang yang
melakukannya. Alih-alih menyadari kesalahannya, biasanya orang yang
menghadapi hal demikian justru mengacungkan telunjuknya, menyalahkan
orang lain. Nah, orang yang tak menyadari dirinya dan enggan berbenah
diri biasanya punya mekanisme menyerang orang lain untuk menutupi
kekurangannya.
Fokus tulisan ini sebenarnya bukan soal
hubungan asmara. Tetapi lebih pada pengalaman berbagi tentang masa
lalu. Hubungan asmara hanyalah salah satu contoh untuk memudahkan saya
berbagi pengalaman. Mengapa saya selama ini survive, setidaknya tidak
pernah mengalami frustasi yang dalam, atau paling parah mencoba bunuh
diri karena persoalan pekerjaan, asmara, keluarga? Jawabannya,
karena saya tak ingin bersetubuh dengan masa lalu. Begitu sudah
lewat, saya cenderung menjalani hidup ke depan, tanpa menoleh lagi ke
belakang. Rasanya hidup begitu ringan, nyaris tanpa beban.
Saya
punya teman, dia sudah bercerai, dan mati-matian ingin mencari suami
karena alasan ekonomi. Alih-alih membangun hubungan baru, teman saya
ini justru melakukan sesuatu yang menurut saya justru menghambat
relasinya dengan teman-teman prianya. Dia masih menyimpan benda
pemberian mantan suaminya ketika masa pacaran dulu, padahal
peristiwanya sudah lewat 20 tahun. Bisa dipastikan hari-harinya
muram, relasinya terhambat, lantaran menggenggam masa lalu yang
sebenarnya tak perlu.
Belakangan ketika menekuni meditasi
dalam dua tahun terakhir, saya baru tahu bahwa apa yang saya lakukan
selama ini sudah on the track. Mengingat-ingat masa lalu hanyalah
menghambat seseorang menjadi manusia tercerahkan atau menjadi manusia
bebas. Dalam meditasi yang saya ikuti, masa lalu merupakan sampah atau
kotoran pikiran. Ibarat hardisk, jika terus mengisinya dengan file
tanpa pernah dikosongkan, maka komputer bisa “hang”. Demikian pula
masa lalu. Jika pikiran ini terus menerus diisi masa lalu, lambat laun
kemampuan berpikir kita pun lambat laun kacau.
Nah,
bagaimana agar tidak terjebak pada masa lalu. Prinsip kekinian, saat
ini, kini, dan di sini diajarkan dalam meditasi. Dengan kekinian,
kita terus dilatih untuk sadar/eling. Menyadari terus menerus pikiran
yang penuh masa lalu. Tak mudah memang. Saya pun belum sepenuhnya
terlepas dari kotoran masa lalu. Dengan tekun berlatih sadar setiap
saat, maka niscaya, pikiran akan berhenti dengan sendirinya. Dan setiap
saat kita dengan ringan akan mengucapkan selamat tinggal pada masa
lalu.
Yogyakarta, 7 November 2011
Yang terus berlatih sadar setiap saat
No comments:
Post a Comment