Pages

Sunday, January 22, 2012

Bergunjing

Kamus bahasa Indonesia Sekolah Dasar
Bergunjing menurut kamus besar bahasa Indonesia dan juga kamus bahasa Indonesia untuk sekolah dasar adalah berbicara tentang kejelekan atau kekurangan seseorang.

Jujur saya pernah bergunjing dan juga menikmati bergunjing. Tiap hari saya nonton E! dan membaca People Online untuk mengikuti berita terbaru para selebriti di Hollywood. Tentu saya juga pernah bergunjing dengan teman membicarakan teman-teman yang lainnya, saya rasa itu manusiawi. Tetapi seiring dengan bertambahnya usia, saya berusaha mengurangi bergunjing mengenai teman. Walaupun saya masih rajin mengikuti kisah para selebritis, ini adalah guilty pleasure saya. Kenapa saya suka mengikuti kisah para selebritits? Karena setiap kali membaca kisah mereka terutama mengenai patah hati, persoalan keluarga, saya jadi teringat bahwa uang, kekuasaan, kecantikan, menjadi terkenal ternyata tetap tidak bisa melindungi kita dari perasaan patah hati, sedih, bingung dsb jadi walaupun kelihatannya mereka sudah punya segalanya ternyata tidak jauh berbeda dengan saya. Hehehe mungkin aneh buat orang lain, tapi sungguh saya mulai mengikut para selebritis ini di saat saya sedang down beberapa saat yang lalu. Saya tidak tahu apakah ini termasuk kategori bergunjing, karena yang saya lakukan adalah membaca kisah mereka untuk konsumsi saya sendiri, saya tidak membahas hal ini dengan orang lain. Hanya terkadang apabila beritanya bombastis kadang saya suka share artikelnya di Twitter atau Facebook. Saya juga mencoba untuk tidak bergunjing mengenai teman sendiri, karena saya tahu setiap orang ada pasang surutnya, roda kehidupan terus berputar dan besok adalah suatu misteri.

Biasanya sih bila sampai membicarakan teman, terutama teman lama ya biasalah karena sudah lama tidak bertemu jadi bertanya-tanya bagaimana kabar teman ini dan juga teman-teman yang lain, biasanya sih sekitaran sudah punya anak berapa dan tinggal di mana atau kerja di mana. Apabila yang bersangkutan kelihatan tidak berkenan menjawab ya saya hormati dan tidak pertanya lebih lanjut.

Terkadang atau sering saya mendapat informasi atau bahan bergunjing dari teman mengenai teman yang lain, biasanya saya hanya ah oh saja tidak menanggapi karena saya ingin gunjingan ini berhenti sampai di sini saja. Karena saya tahu bagaimana rasanya apabila masalah pribadi kita diumbar oleh teman kita sendiri, pahit rasanya. Banyaknya orang yang sering curhat ke saya juga membuat saya semakin menghargai privacy seseorang. Karena buat saya kepercayaan itu mahal harganya.

Makanya susah buat saya untuk bisa memahami keinginan bergunjing seseorang yang begitu kuat sampai orang tersebut mencari informasi ke mana-mana. Teman saya di Amsterdam mengalami hal ini dan saya sangat salut karena si nona cantik ini bisa amat sangat cuek walaupun digunjingkan tiada henti dari jaman masih naik bus sampe sekarang sudah naik Mercy (toss dulu say!). Yang suka menggunjingkan teman saya ini aneh banget, sampai stalking dia di dunia sosmed padahal sudah lama tidak berteman. Artinya kan dia aktif mengikuti sepak terjang teman saya ini walaupun dia sudah berkoar-koar bahwa sudah tidak selevel dengan teman saya ini. Aneh bukan?

Baru-baru ini saya juga mengalami kejadian yang aneh. Ada orang yang mencari-cari informasi mengenai saya ke mana-mana dengan alasan supaya tidak salah ngomong bila bertemu dengan saya. Aneh bukan? Memangnya semua orang yang setiap hari saya temuin itu tahu kisah hidup saya? Tidak juga kan? Apabila kita berbicara dengan santun dan tanpa prejudice semestinya kita tidak perlu mengetahui ukuran sepatu lawan bicara kita untuk bisa berkomunikasi bukan?
Apabila karena merasa dirinya memiliki hidup yang bahagia dan sempurna kemudian takut menceritakan hal tersebut di depan saya karena takut nanti dikira menghina. Alangkah piciknya, bukankah setiap hari sudah membuat status di sosmed mengumbar kebahagiaannya?  (yang tentu saja haknya, saya tidak mengkritik hal itu)

Yang lebih aneh lagi, ada teman lama tiba-tiba datang ke rumah tanpa janjian dulu untuk selama sejam lebih mengoceh, tanpa saya harus bertanya, menceritakan duka nestapa teman-teman lama dan tentunya juga duka nestapa saya. Setelah itu tidak ada kabar beritanya lagi, rupanya hanya mampir untuk mencari bahan pergunjingan yang lebih aktual.

Lain kepala lain isinya, lain ladang lain belalang (loh!hahahaha) ... saya tidak bisa mengontrol apa yang keluar dari mulut orang lain, tapi saya bisa mengontrol apa yang saya tulis dan bicarakan. Sama seperti di blog ini, adalah opini saya sendiri, jadi apabila ada yang tidak berkenan ya saya harus siap menerima kritikan dan masukan, begitu bukan? Selamat berakhir pekan dan selamat merayakan Imlek bagi yang merayakan :)

Friday, January 20, 2012

Umuk


Umuk  kalau dibahasa Indonesiakan artinya kurang lebih pamer. Topik ini saya bagikan kepada teman-teman karena ada sesuatu yang  menggelitik setelah mengikuti jejaring sosial pada  beberapa tahun terakhir.
Dari jejaring sosial ini, saya kian yakin karakter setiap  manusia bisa tertangkap dari status-status yang dia wartakan. Lebih dari itu, seseorang memang jadi lebih suka "telanjang" dengan dirinya. Boleh jadi saya salah. Wajar saja wong saya bukan psikolog atau dukun hehehe. Saya tidak akan membahas yang serius-serius. Nanti malah di kira bergunjing. Yang lucu-lucu ajalah.  Biar asyik.
Ada beberapa tipe orang yang saya masukkan list ketika mengamati para facebooker ini.  Sukanya marah-marah dan  menyindir-nyindir orang. Karena masuk home, sialnya pas   selalu tertangkap mata saya. Sampai ikut-ikutan capek dibuatnya. Terpaksa saya mendeletenya. Eh belakangan saya baru tahu kalau sebenarnya ndak perlu mendelete orang karena yang bersangkutan bisa  di “hide” dalam facebook.  Hihihi, gaptek bener saya.  Mendelete orang itu sebenarnya juga ndak perlu, karena ini berarti kita  masih terpengaruh obyek luar. Padahal kalau obyek di luar kita tak bisa berubah, kita ndak perlu terseret di dalamnya. Cukup menyadari obyek itu saja. Ealah....  kok  ya kadang-kadang “ego” ini masih tebal ya. Hiks.

Kedua, seseorang yang merindui pacar dan selingkuhannya...hehe. Untuk soal selingkuhan, saya yakin yang dirindui pastilah akibat CLBK, yang ketemunya juga paling-paling di jejaring sosial juga. Hayo ngaku. Begini pengamatan sekilas,  saya hampir tidak pernah melihat status seorang istri atau suami yang  merindui pasangannya di status. Nah, kalau dia berlebai-lebai di facebook,ngomong rindu terus...ah...saya pastikan dia pasti rindu dengan  seseorang yang bukan suami atau istrinya. Hayo ngaku....Kangen suami ama istri itu sangat berbeda "touch"nya dengan selingkuhan lho. Wakakakak. (kayaknya saya sudah bener-bener nyinyir nih).
Saya lanjutkan deh. Untuk tipe  ketiga, ada yang  bikin status berdoa, dan minta-minta  terus. Ya Tuhan, lancarkanlah perjalananku. Ya Allah, mudahkanlah segala uruan hari ini. Ya Tuhan, semoga hari ini tidak hujan. Saya tuh  sebenarnya mau ngomong begini. “Ya Tuhan, pingin tahu dong, hari ini yang meminta-minta berapa orang? Boleh ngintip nggak? Pusing nggak harus mengabulkan permohonan mereka semua.” Itu pertanyaan usil saya. Tapi saya menahan diri tak membuatnya karena kok setelah saya piker-pikir nyinyir ya saya.  
Baru-baru ini sebuah artikel menyebutkan  anggota facebook di seluruh  dunia berjumlah 700 juta.  Kalau facebook jadi Negara, maka dia menjadi penduduk terpadat ke-4 di dunia setelah China, India, dan Amerika.  Saya membayangkan kalau separuhnya saja, yakni 350 juta orang di facebook minta pada Tuhan dengan berbagai macam hal, wah kalaupun Tuhan punya sayap satu detik, dia bisa melakukan berapa banyak  perkara ya? Hihihi. Atau cukup merem lalu bim salabim semua permintaan kita dikabulkan.
Ternyata, pikiran saya dan teman-teman senada. Alhamdulilah. Suatu hari saya melihat status teman bilang begini. “Apa Tuhan ada di facebook ya, kok pada minta-minta.” Kira-kira begitu  bunyinya. Gotcha. Saya tertawa terbahak-bahak. Teman saya jauh lebih berani ketimbang saya, deh. Tapi saya membela diri. “Tuh, kan nggak Cuma saya yang berpikiran itu.”
Lah kok jadi ngelantur. Kembali ke soal pengamatan saya di jejaring sosial.  Ada orang yang selalu  bikin status sempurna sekali hidupnya.  Kalau ada ponten, raportnya 10 deh. Blas nggak ada susahnya, dan tidak ada cacatnya blas. Hidupnya begitu sempurna.  Sampai-sampai si komentatornya banyak yang memberikan apresiasi, pujian dengan hidup si orang ini.  Saya mencoba berpikir positif. Oh mungkin si A ini masa lalunya  brengsek, sehingga ingin menjalani hidupnya dengan baik sekarang, bertobat, dan kini menjadi “Malaikat”.  Tapi saya pernah membaca buku, seseorang yang pintar menyembunyikan sesuatu dengan sempurna dalam hidupnya, padahal sebenarnya hidupnya tidak baik-baik saja, akan mengalami “bom” dalam hidupnya. Tinggal menunggu taaaaarrr…pecah. Tapi semoga endak ya? J
Tipe lainnya, selalu mengabarkan keberadaan dirinya. Ke bandara, lagi makan, sedang bobok dll. Weleh… saya nggak komen ah soal ini. Narsisismus. Hihihii. Apa itu. Nggak tahu deh. Asal nyebut aja. Nah tipe lainnya adalah  orang yang suka memamerkan  rumahnya, mobilnya, dan lain-lain.  Pendek kata ada orang yang memang sukanya “umuk.”
Pertama, saya memang ndak punya barang yang mesti dipamerkan. Kalaupun ada itu punya orang tua semua je. Bukan punya saya. Jangan-jangan karena itu saya ndak bisa umuk  ya. Bisa jadikan? Hahahaha. Kedua, orang yang saya tahu dia benar-benar tajir, tajirnya benar-benar ngap-ngapan, ndak pernah umuk kekayaannya di jejaring sosial. Hihihii. Lha mereka yang lebih tajir aja ndak sebegitunya, mosok kalaupun saya ada, berani  pamer sementara ada yang lebih dari saya. Di atas langit ada langit cing. 
Selidik punya selidik, ada teman yang bercerita, mereka yang  sudah tajir  tidak akan pernah pasang badan memposting yang mereka miliki  karena  berbagai alasan. Pertama takut digarong. Kedua, menghindari pajak. "JAdi kalau orang kaya yang super kaya, nggak akan mau memberitahu kekayaannya. Kalau perlu pakai  nama orang lain biar nggak ketahuan dia kaya." Nah lho.  Begitu ya pola pikir orang  tajir yang tajirnya nggak setengah-setengah itu. Hihihiihi. 
Saat saya ngobrol tentang  fenomena ini, teman saya bilang. "Ih itu namanya nyinyir, suka ngurusi orang lain."  Iya juga ya. Tapi begini. Saya utarakan alasannya.  Menurut saya menahan diri umuk di jejaring sosial itu juga mengurangi seorang yang lain "tidak panik." Tahu si A punya begini begitu, maka B atau C yang lain  merasa cemas, pingin punya hal yang sama. 
Saya lalu bercerita tentang pengalaman saya. Hampir tiap minggu saya jalan-jalan. Entah kota terdekat, atau kota jauh-jauh. Itu kan juga kategori umuk juga sebenarnya plus narsis.  Lalu salah satu teman saya bilang begini. "Enak ya kamu bisa jalan-jalan terus. Aku ndak bisa karena ada anak, kerja, dan lain-lain." Saya melihat ekspresi wajahnya sedih. Wah sejak itu saya jadi tidak enak deh. Tiba-tiba saja saya membayangkan, kalau saya jadi dia bagaimana ya? 
Tapi dasar kadang  diri ini juga pingin eksis, maka umuk tetap saja bagian sehari-hari. KAlaupun saya masih suka posting  jalan-jalan, frekwensinya dikurangi. Kecuali lho ya, memang itu pekerjaan saya. hehehe. LAlu, biasanya kalau sudah begitu saya membela diri. Umuk  posting jalan-jalan itu  "dosanya" lebih tipis ketimbang mereka yang umuk rumah, mobil, dan lain-lain.  Teman saya manyun. "Huuuu...ndak mutu. Sama sajalah." Intinya gini lho. Facebook itu kan beranda  diri kita. Mau posting apapun itu hak pribadi.  Tapi ya itu tadi kalau orang mencap kita tukang "umuk" ya jangan marah ya. Atau harus belajar lagi  etika berjejaring sosial. Peace ah.....

Yogyakarta, kaki bengkak punggung nyeri, obatnya ya ya menulis blog-lah.

Social media

Saya bukan pakar sosial media (sosmed) tapi pengamat saja. Belakangan ini banyak selebritis Hollywood yang kebakaran jenggot karena banyak berkoar di twitter atau facebook yang merupakan konsumsi publik sehingga postingan mereka tentunya bisa menimbulkan diskusi yang berlanjut di media massa. Dan ternyata bukan hanya di luar negeri saja, belum lama ini dunia twitter sempat ramai juga dengan perang twitternya salah satu eh salah dua artis di Indonesia.

(gambar nge link dari xing.com)
Internet, kemudian sosmed ini membuat dunia semakin transparan, apa yang kamu tulis tidak bisa ditarik kembali, mulutmu (atau lebih tepatnya, keyboardmu) adalah harimaumu. Belakangan ini saya sering membaca blog/status/notes teman-teman yang mengkritik status-status di sosmed ini yang membuat saya ingin menulis tentang hal ini.

Memang banyak orang yang 'membuka' dirinya di sosmed. Sedang marah dengan suami/istri? buat status.... ntar baikan terus dibelikan sesuatu...buat status. Sedang galau, buat status berdoa ke Tuhan...doa dikabulkan ...buat status lagi...dan masih banyak lagi. Buat saya pribadi semua status tersebut sah-sah saja, itu akun masing-masing, kalau tidak suka ya di unfriend aja kan gampang hehehehehehe
Belum lama ini saya sempat ngobrol dengan teman baik saya mengenai status-status galau di sosmed. Apakah mereka ini memang galau dari dulu atau menjadi galau karena sosmed? Saya rasa kok sosmed ini hanya media saja untuk mengekspresikan kegalauan. Sebetulnya dulu juga banyak yang galau, saya tahu karena saya sering menjadi tempat curhat berbagai kalangan sejak jaman belum ada internet hehehehe

Setelah tahun baru kemarin dua teman saya bertengkar di facebook mengenai isi status di facebook, karena ya itu tadi salah satu tidak setuju dengan status yang satunya. Sebetulnya mudah, tidak perlu dibaca atau di unfriend saja. Majunya teknologi juga membuat kita bisa memilih media mana yang ingin kita gunakan, kita baca, kita ikuti. Di sisi lain, kita juga tidak boleh marah bila tulisan kita dikritik atau didebat di public. Dengan mem publish tulisanmu itu artinya kamu memang siap untuk menerima komentar, kecuali itu di facebook dengan privacy setting atau di blog dengan setting tanpa komentar.



Pada akhirnya, silahkan memilah sendiri informasi apa yang ingin kita share dengan seluruh dunia. Ingat semua orang bisa mengakses informasi ini, calon pacar, calon mertua calon boss, tetangga, musuh dll. Dan jangan lupa juga dengan melemparkan opini ke dunia maya ini maka harus siap apabila orang yang mempunyai pendapat berbeda mengekspresikan pendapatnya tersebut. Dan juga, tetap jangan lupa etika atau netiquette yang perlu dijaga, terutama privacy orang lain tetap harus dihargai.

Selamat bersosial media :)

Monday, January 16, 2012

Etika memakai handphone/gadget

Tidak bisa dipungkiri, kehadiran gadget yang semakin canggih membuat manusia semakin tergantung dengan tekhnology. Saya sendiri - jujur - tidak betah seharian tidak browsing, cek email, chatting. Banyaknya handphone baru untuk mobile internet membuat dunia benar-benar serasa dalam genggaman.

Saya di sini tidak ingin menulis tentang kegunaan gadget-gadget tersebut melainkan lebih ke etika penggunaannya. Tentunya selain dunia serasa berada dalam genggaman, kitapun jadi selalu bisa dijangkau atau dihubungi melalui blackberry, iphone, handphone dll yang setia menemani kita ke mana saja. Tentu saja ada beberapa pekerjaan yang mengharuskan seseorang selalu bisa dihubungi, tapi tentunya tidak 24 jam sehari 7 hari dalam seminggu kan? Tapi, apakah segitu perlunya kita untuk tidak ketinggalan berita di twitter, facebook, email, bbm atau apapun itu sehingga kita tidak bisa meluangkan waktu untuk manusia real yang duduk di depan kita?
 
Sering di saat sedang berbincang-bincang, orang yg saya ajak bicara mendengarkan sambil membuka gadget nya yang membuat saya berpikir apakah saya begitu membosankan sehingga orang tersebut masih perlu membuka gadgetnya? Sering juga saya lihat dua orang yang sedang berkencan di restaurant duduk berhadapan tapi bukannya berbincang berdua melainkan masing-masing sibuk dengan gadgetnya.Bahkan di bioskop sering saya liat sepanjang film ada orang yang sibuk dengan gadgetnya, lah mendingan gak usah nonton aja ya kalau begitu?

 Saya sendiri biasanya tidak mengeluarkan blackberry bila sedang bertemu dengan orang. Kalaupun saya sampai mengeluarkan ya biasanya karena lawan bicara saya sibuk dengan handphone nya daripada bengong ya akhirnya saya juga ikutan buka. Etikanya menurut saya sih adalah tidak sopan membuka handphone disaat sedang berinteraksi dengan orang lain, kecuali memang sedang menunggu telpon penting atau kamu adalah seorang dokter yang sedang tugas jaga. Biasanya bila saya sedang menunggu telpon atau berita penting sebelumnya saya akan minta maaf dulu sebelumnya ke lawan bicara saya. Menurut saya apabila sedang bertemu dan salah satu malah sibuk buka facebook,bbm atau apapun itu artinya pembicaraan tidak menarik sehingga perlu untuk lawan bicaranya membuka gadgetnya yang pastinya lebih menarik dan kalau sudah begitu biasanya lebih baik pembicaraan diakhiri saja. Bukannya saya sok atau gimana tapi rasanya sungguh tidak menyenangkan apabila sedang berbicara tetapi lawan bicara kita tidak mendengarkan. Bagaimana menurutmu?