Teman-teman Kuwera 14, sore tadi, ketika matahari lagi "cuti"
menunjukkan sinarnya, aku menyusuri kos kita tercinta, Asrama Kuwera.
Ini adalah asrama putri milik almarhum Romo Mangun. Entahlah, ada kerinduan yang membuncah mengunjungi tmpat yang
menumbuhkan masa remajaku.
Aku jelas tidak lupa
dengan gang kita. Tapi hari ini aku tetap kelewatan hehe. Kawasan
pertokoan seperti menutupi gang kita. Ayo taruhan, kalian pasti juga
bakalan kelewatan. Begitu masuk, plang Gang Kuwera sudah ada di mulut
gang. Bedanya, jalan masuk menuju kos kita ada polisi tidur. Dulu,
nggak ada kan? Nah persis sebelum masuk kos kita tercinta ada tulisan
gini "Sudah ada polisi tidur masih ngebut? katro" hehehe....mungkin
orang-orang jaman sekarang nggak punya aturan ya, sampai tulisan semacam
itu harus dipasang.
Nggak lama kemudian aku
sampai di rumah bata merah khas arsitektur Romo. Masih cantik.
Keharuan menyeruak, dadaku sesak. Ada sesuatu yang tak terjelaskan. Aku
lalu memandangi bagian luarnya. cukup lama. Untuk bangunan, memang tak
terlalu banyak berubah. Beberapa ada penambahan ruangan. Tapi seingatku
almarhum Romo sudah melakukan beberapa perubahan. Lamunanku pun
melayang beberapa puluh tahun silam. Ruang bawah tanah, rumah panggung,
dan bata merah serta certa anak-anak kos di dalamnya.
Mas
Biworo dan Pak Harwanto yang ramah menyambut kedatanganku.
Kuceritakan bahwa aku anak kos yang pingin melihat -lihat kondisi asrama
dan minta ijin memotretnya. Pak Harwato, lantas mengantarkan aku
melihat-lihat seluruh ruangan kos kita plus kediaman Romo yang tertata
apik.
Kalaupun ada yang kusayangkan, ruang bawah
tanah tempat pacaran sudah tak terpakai lagi.Cerita bawah tanah ini
sempat punya sejarah pait. Aku sempat ditembak anak UAJY, temannya Mbak
Lisa. Kemana dia ya? Nembak Sabtu malam minggu, jalan-jalan, eh
besoknya Minggu diputus. Sialan. Alasannya sederhana. Dia merasa aku
tidak mencintainya hanya gara-gara aku cuma ndak menjawab "iya"
hahahaha. Dodol banget ih.Selanjutnya, ruang bawah tanah ini yang
akhirnya kuanggap tempat apes. Dan kayaknya bener deh. Beberapa kali
scr nggak sengaja aku melihat mbak-mbak menangis teruhuk-uhuk dengan
sang pacar, atau lagi bertengkar. Dalam hatiku bilang "Tuh bener kan
ruang bawah tanah itu pembawa sial." (ni mah kukarang-karang aja)
Kamarku
paling depan sudah jadi ruang rapat kantor Dinamika Edukasi Dasar
(DED). Sementara kamar Mbak Retno, Mbak Wlis, Mbak Wuri, Mbak Utik, Mbak
Ita tetap masih sama seperti 18 tahun lalu. Sekarang tempat itu kosong.
Hanya terisi kalau ada pelatihan para guru. Masih ada dua kolam ikan.
Ada satu ikan segede bagong. Sementara kamar hantu hihihihi yang bergaya
panggung itu sudah dimatikan. Lha nggak ada kuncinya. Suatu Maghrib aku
merasa ada yang menabrak tubuhku...tapi ndak kelihatan
rupanya...hiiiiii....Hayo siapa yang pernah melihat "Mbak Maria" hantu
cantik penunggu Gang Kuwera?
Ruang tempat kita
menonton televisi item putih itu (kos kita nggak boleh ada telepon dan
TV karena romo yang tidak memperbolehkan) tetap menjadi ruang rekreasi.
Cuma, ada TV gede dan pasti berwarna pula. Ya ampyun lamunanku melayang
pada Film Mahabarata...Inget nggak? Kita memelototi TV item putih
segede "sak neker" alias 14 inci untuk menonton cerita Mahabarata di
TPI pukul 11.00. Dan apesnya itu pas pelajaran sekolah. Tentu saja, demi
bisa menonton itu, aku membolos.
Begitu teng
istirahat ke dua aku raib..(dan hebatnya ndak ketahuan meski iku
berjalan beberapa bulan hihihhihi) Aku hanya masuk kalau ada ulangan di
kelas ( ya ampyun kok bandits banget ya ) Kalau ditanya ama Mbak Din
atau Mbak retno kubilang "ada rapat, ada yang meninggal, pelajaran
kosong." Hiiiiihihiiii...
Ah ya ada insiden kecil.
Ruangan di tempat Romo MAngun itu kan serupa labirin. Labirin itulah
yang bikin aku tersesat...Semula aku ditemani Pak Harwanto, penunggu
rumah..Mungkin karena aku kelamaan menyusuri tempat ini, eh tahu-tahu
di bapak ilang. Masuk ruangan sini, keluar di pintu yang sama. Begitu
terus ampe tiga kali....hiihihi...Mana sudah agak gelap karena Yogya
sepagian mendung.Aku panggil2 si bapak ndak kedengaran. Aku agak
panik...(apalagi sempat kepikiran yang aneh-aneh hehehe) terus aku
bilang ke Romo Mangun, "Jalan keluarnya dong, Mo?" hehee tapi yang
terakhir booong dong. Becanda. Aku akhirnya nemu jalan keluar setelah
melihat sepatuku dari atas.
Terimakasih untuk
Romo Mangunwijaya yang sudah menyediakan kos nan unik, damai, dan
menyejukkan. Pendidikan yang memanusiakan begitu terasa sampai sekarang.
Aku inget ketika beliau hadir saat salah satu dari kita merayakan ulang
tahun. Atau setiap saat aku menyaksikan beliau di wawancarai oleh
wartawan asing. Gaya norakku itu kerap terbaca Romo Mangun, sehingga
beliau bilang, "Mau ikut diwawancara." hihihi. aku langsung kabur.
Mungkin wawancara Romo Mangun itu pula yang kelak menginspirasi aku
jadi wartawan.
Hal yang paling kuingat dari beliau
adalah ketika menyaksikan kaca belakang mobilnya beberapa kali pecah
dilempar orang tak dikenal. Karena kamarku letaknya paling depan,
praktis aku selalu mendengar suara "brak" itu. Setidaknya tiga kali aku
menyaksikan kaca mobil milik Romo pecah. Mobil putih itu merknya carry
yang biasa dipakai untuk menjemput anak-anak Kalicode atau SD Mangunan
yang ingin ke Kuwera. Romo Mangun keluar dan begitu melihat mobilnya
pecah cuma bilang, "Sudah nggak papa. Itu hanya orang iseng saja." Suatu
kali ada orang berteriak-teriak di depan Romo. "Kristenisasi." Lalu
...mereka pergi. Romo Mangun tidak pernah emosi menanggapinya.
Seingetku,
beliau justru kerap emosi dengan tukang yang salah letak menempatkan
material yang tidak sesuai dengan kemauan Romo. Tentu saja aku
mendengarnya, karena renovasi bersebelahan dengan kamarku. Dan ya
ampyun...Romo Mangun paling hobi bongkar pasang rumah. So aku dah
terbiasa dengan dag deg dog bunyi pukul dan alat tukang lainnya.
Nah,
begitulah ceritaku siang menjelang sore tadi. Kapan yuk kita reuni
anak-anak Romo Mangun. Berkunjung ke Kuwera dan ke makamnya. Maaf ya Mo,
aku belum pernah sekali pun mengunjungi Romo meski aku satu kota dengan
beliau sekarang ini.
Salam
Bernada Rurit
No comments:
Post a Comment